Barasuara Serah Diri Album Ketiga yang Eklektik “Jalaran Sadrah”

Dari dalam gelap kadang lahirlah sesuatu yang terang, dan itulah yang dialami Barasuara di album ketiganya.

Dirilis sendiri oleh Barasuara melalui Hu Shah Records ke platform-platform musik digital pada 21 Juni 2024, Jalaran Sadrah berisi sembilan karya terbaru band asal Jakarta tersebut termasuk tiga lagu yang sudah duluan dirilis sebagai single, yakni “Terbuang dalam Waktu”, “Merayakan Fana”, serta “Fatalis” yang memenangkan piala AMI Awards 2023 untuk kategori Duo/Grup/Kolaborasi Rock Terbaik.

“Jalaran Sadrah artinya karena pasrah. Album ini terjadi, tertulis, terselesaikan karena pasrah,” kata vokalis dan gitaris Iga Massardi tentang koleksi tembang ketiganya bersama TJ Kusuma (gitar), Marco Steffiano (drum), Asteriska (vokal), Gerald Situmorang (bas) dan Puti Chitara (vokal). “Kita pasrah dalam ketidakberdayaan. Dalam keputusasaan, dalam lemah dan kecilnya peran kita sebagai manusia yang akhirnya hanya bisa menerima takdir dan jalan-Nya.”

Hasilnya adalah album Barasuara yang paling eklektik sejauh ini dengan berbagai hal yang baru yang turut memberi warna.

Di antara hal-hal baru tersebut adalah terlibatnya dua musisi legendaris, yakni Erwin Gutawa yang merangkai aransemen orkestra untuk “Merayakan Fana”, “Terbuang dalam Waktu” dan “Hitam dan Biru” yang dieksekusi dengan megah oleh Czech Symphony Orchestra;serta Sujiwo Tejo yang menyumbang nyanyisyahdu berbahasa Jawa ke lagu “Biyang” yang adem.

Variasi penciptaan lagu pun menjadi hal baru bagi Barasuara, sekaligus menunjukkan rasa saling percaya yang sudah terbangun selama satu dekade lebih. “Ini album yang paling kolektif pengerjaannya, karena kami sudah sama-sama saling percaya dan tahu warna masing-masing,” kata Gerald. Di samping peran Gerald yang semakin besar dalam menggubah musik.

Barasuara, “Hitam dan Biru” yang menggugah semangat merupakan komposisi Puti, sedangkan Asteriska menyumbang lirik yang lembut untuk “Biyang” dan “Terbuang dalam Waktu”.

Namun apa pun elemen baru yang dimasukkan ke ramuannya, perpaduan vokal Iga, Asteriska dan Puti, kombinasi gitar Iga dan TJ, dentuman bas Gerald serta pukulan drum dinamis oleh Marco akan tetap membuatnya terdengar seperti Barasuara, baik itu lagu epik penuh lika-liku berdurasi enam menit lebih macam “Antea” maupun lagu rock yang relatif simpel seperti “Etalase” dan “Manusia (Sumarah)”.

Gerald menyimpulkan, “Dengan isiannya masing-masing, memang itu yang bikin bunyinya Barasuara.”

Secara keseluruhan, Jalaran Sadrah – yang disebut sebagai “kegilaan yang berujung damai” oleh Marco dan “terjang badai bertemu pelangi” oleh Puti – adalah pertanda bahwa api dan lentera Barasuara masih menyala setelah berjalan 12 tahun dan belum padam walau terhadang berbagai cobaan.

“Album ini menyenangkan, lepas dan memuaskan, walau ada rasa tidak nyaman akibat situasi pandemi yang sangat memusingkan waktu itu,” kata TJ. Asteriska menambahkan,

“Album ini bentuk saling menerima, mendukung dan mempertahankan, serta bukti bahwa Barasuara masih bisa berdiri kuat walau diterpa badai.”